Langsung ke konten utama

TITIAN LANGKAH MENUJU KOTA IMPIAN

Kukuliti jauh ke belakang tak pernah kubayangkan kalau saat ini saya akan berada di kota ini, Bandung ibu kota parahyangan. walaupun secara jujur,kalau ingat sewaktu kecil saya selalu memimpikan untuk bisa kuliah di kota ini. Bahkan bapakku selalu menimang-nimangku dengan lirik lagu yang sangat kuhapal sampai sekarang. Biasanya bapak menimang-nimang saya sambil badan saya diangkat setinggi-tingginya seolah memberikan harapan bahwa anak-anaknya harus lebih tinggi dari dirinya. Lirik lagunya lucu seperti ini,"neng.....nelelengkung.... geura gede geura jangkung, geura sakola ka Bandung..... Neangan elmu nu luhung....". maksud dari lirik lagu tersebut bermakna sebuah doa sang orang tua agar anaknya cepat besar dengan harapan setelah besar bisa mencari ilmu di kota Bandung. Dan perjalanan panjangpun kulalui sehingga tanpa terencana sebelumnya,tibalah saya dan keluarga kecilku tinggal dan menjadi warga kota Bandung.
Semua tidak ada kebetulan tapi semua sudah tersusun rapi di Lauh Mahfudz oleh sang Maha Penata Alloh Yang Maha Kuasa. Begitupun perjalanan hidup dan matiku tentunya sudah tersirat dalam genggamanNya.

Diawali bulan september 2008, saya memberanikan diri untuk mengadu nasib di kota ini. Tujuan utamanya untuk buka usaha di bidang ritel kelontongan. Karena saya merasa bahwa basic bisnis saya adalah di usaha ini. Hal ini cukup beralasan karena sejak tahun 2004 saya sudah memulainya dengan ikut di usaha keluarga mertua di Jakarta. Ada kebiasaan di kampung mertua yaitu di desa Cidahu Kuningan, dimana penduduknya rata-rata merantau ke kota besar terutama Jakarta.

Hari-hari waktu di Jakarta kurasakan sebagai pencarian ilmu yang sangat berharga. Dan disanalah saya merasa arti hidup di Jakarta yang kata orang ibukota lebih kejam daripada ibu tiri. Lapak jualan yang sangat sederhana bahkan jauh dari layak, hanya berukuran 80cm x 180cm sehingga saya untuk tidurpun harus gantian dengan kakak ipar. Dengan keadaan seperti inilah maka kami jaga lapak secara gantian, dan warung nonstop 24 jam.


Hijrah ke Surade Sukabumi Selatan
Sudah menjadi fitrah manusia bahwa seseorang selalu ingin keluar dari zona biasa menjadi lebih baik. Begitupun saya, setelah merasa cukup ngikut kakak ipar di Jakarta akhirnya saya memberanikan diri untuk mandiri dan membangun usaha sendiri tanpa ada ikut campur orang lain. Dengan informasi temen dari Surade, sayapun mencoba peruntungan berdagang di kota kecamatan ini. Untuk buka usaha disini saya tidak melakukan survey terlebih dahulu dan hanya bersumber info dari sang teman ini. Barangkali ini keputusan nekad saking ingin usaha mandiri. Padahal sudah selayaknya seseorang yang memulai usaha harus memiliki pertimbangan diantaranya melakukan uji area penjualan. Sementara saya hanya menuruti kata hati dan naluri semata.

Awal tahun 2007 saya bismillah dengan berjualan pulsa di area yang tak jauh dari terminal Surade. Jangan berharap kalau terminal ini sebanding dengan terminal Sukabumi apalagi dengan terminal Pulogadung. Ini hanya terminal di sebuah kecamatan pelosok selatan kabupaten Sukabumi. Akan tetapi saya beritikad bahwa semua ini adalah jalan Allah yang tidak perlu ditakuti. Karena manusia hanyalah berusaha sedang Rizki sudah Allah yang mengatur. Selang tiga bulan disini, usaha jualan pulsa sepertinya tidak akan mencukupi untuk menafkahi keluarga kecilku yang waktu itu anak pertamaku Azkiya baru berumur 4 tahun. Seoarang anak yang lagi lucu-lucunya dan sebagai penguat ketetapan hati untuk terus tabah dalam menjalani kehidupan ini. Karena perasaan itulah, maka mulailah kami menambah item barang berupa barang-barang kebutuhan sehari-hari. Cara belanjanyapun tidak banyak, bahkan untuk menyediakan air mineral kemasan gelas atau botolpun belum berani kartonan tapi bijian. Yang penting ada perputaran uang didalamnya.

Waktupun terus berlanjut dan sayapun tak kuasa menahan hasrat isteri yang ternyata tidak merasa betah di daerah ini. Dan lambat laun, sayapun merasakan hal yang sama. Sehinnga setelah Hari Raya idul fitri 2008 tepatnya di bulan agustus sayapun keluar dari Surade ini dengan tujuan kota yang lebih rame, dengan pilihan kota Jakarta.
Untuk pindah ke Jakarta hati kecil saya sebenarnya menolak karena cuacanya yang tidak familiar. ya... saya tak suka dengan panasnya kota Jakarta. Dan ternyata hal ini berbanding lurus dengan rencana Allah, dalam pencarian lapak buat buka usaha di Jakarta sayapun tak pernah mendapatkannya. Memang tidaklah mudah untuk mencari lapak apalagi dengan omset yang besar. Setelah berhari-hari mencari info di Jakarta saya akhirnya memutuskan untuk pindah ke Bandung. Masalah pertama muncul karena untuk membuka usaha disanapun butuh koneksi dan modal yang lumayan. Akhirnya dengan berbekal alamat saudara istri yang ada di Bandung, sayapun pergi ke kota impian ini.

Hijrah ke Bandung



Langkah terayun dengan berjuta doa sang istri, sayapun berangkat ke kota ini. Ada rasa optimis tapi bercampur kegamangan. Ada rasa kengerian tapi berbalut rasa tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Ibarat pepatah prajurit "Sekali layar terkembang, pantang untuk pulang kembali"
Pencarian alamat saudarapun tidaklah sulit, karena pengalaman sebelas tahun silam yakni di tahun 1997 saya pernah menjadi salesman yang ditempatkan di kota ini. Dengan berbekal pengalaman tersebut sayapun tak sulit untuk mencari alamat yang dimaksud. Berhari-hari saya mencoba mencari kios atau lapak yang akan dikontrakkan dengan budget waktu itu hanya lima juta. sementara harga sewa toko kala itu untuk daerah biasa-biasa saja sudah 5 sampai 10 juta/ tahun. Itu untuk ukuran tak lebih dari 2x3 meter persegi. Apalagi kalau daerah setiabudi atau daerah hidup lainnya, harga sewa akan lebih mencenganggkan. Tahap pencarian ternyata bisa membuat persediaan uang menipis. Sementara kebutuhan walau untuk sendiri saat itu cukup menguras dana juga. Setelah seminggu, sayapun memulai dengan berjualan pulsa dengan lapak gratisan karena numpang di lapak orang. Ini juga perlu kusyukuri karena orang tersebut mau memberikan sebagian lahannya untuk saya walaupun hanya untuk menaruh etalase kecil berukuran 75x50cm. Ini juga perlu kucatat karena bantuan dari Aris suami dari saudara isteriku. Beliaulah yang meminta izin untuk bisa berjualan di tempat tersebut.
Semakin lama akhirnya sedikit demi sedikit saya mulai mengenal area di sini. Interaksipun saya lakukan dengan beberapa orang sambil terus mencari informasi kalau-kalau ada toko yang akan dikontrakkan. Rasa was-was hadir karena sudah sebulan disini belum mendapatkan tempat yang cocok juga, maklum budget cuma seuprit. Dan selama itu pula rada malas untuk mengkabari istri di kampung. Padahal hati ini sering merasa kangen sama mereka apalagi kalau teringat Azkiya, gadis mungil penyejuk hati. Tingkah lucunya yang membuat saya bisa tertawa sendiri tapi terkadang membuatku menangis pula.
Didalam hati yang berkecamuk ini, kemudian terbersit dalam hati kalau saya butuh tempat berbagi atau komunitas yang agamis agar ada orang yang saling mengingatkan dalam hal kebaikan. Sehingga saya bisa berdoa bersama dalam balutan ukhuwah. Dan alhamdulillah akhirnya saya bertemu seseorang mas untung namanya. Dan beliau mulai mengenalkan saya ke seorang ustadz yang kemudian ustadz ini akan menjadi murobiku atau pembina dalam sebuah halaqoh tarbiyah.

Mendapat Bantuan Seorang Ustadz
Rasa syukur yang tak terhingga karena untaian harapan sedikit demi sedikit mulai terungkap. Setiap pekanpun kami melakukan kajian keagamaan sehingga oase hati ini tidak kering kerontang. Jalinan ukhuwahpun terjalin sehingga kami seperti punya keluarga baru. Teman-temanpun banyak yang membantuku dalam pencarian info toko yang akan disewakan. Bahkan pembinaku pun yang bernama ustadz Dadi jazuli turut serta membantu.
wah...wah...wah... Beruntung sekali saya memiliki teman-teman yang pada baik yang padahal baru kenal tapi terasa sudah kenal tahunan. Dan rasa bahagiapun datang ketika sang ustadz memberiku kabar bahwa ada yang mau dikontrakkan. Tempatnya tidak seramai yang saya bayangkan, tapi sangat cocok dengan keuanganku. Maklum minim budget hehehe.... Setelah survey ke tokonya, awalnya merasa tidak yakin karena daerahnya terasa sepi kalau malam hari ditambah bangunan toko yang jauh dari nyaman. Atapnya asbes dengan dinding setengah badan, dan bekas bengkel pula. Jadi dinding dan sekitarnya sangat kotor dengan aroma oli atau khas aroma bengkel lainnya.
Sayapun nelpon istri dengan nada sukacita, karena sudah dapat kontrakan toko. Walaupun tidak berhadapan langsung tapi saya bisa merasakan rasa bahagianya. Dan keesokan harinya sayapun pulang kampung dulu ke Kuningan untuk menjemput keluarga kecilku tercinta. Sepanjang jalan hanya rajutan asa yang terbayang. Kutanamkan dalam hati dengan sepenuh doa semoga ini jalan Allah untuk membuka pintu-pintu rezeqi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KLASIFIKASI USAHA BERDASARKAN OMZET DAN ASET

Berikut klasifikasi usaha berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2008 disebutkan πŸ‘‰πŸ» Kategori Usaha Mikro :   βœ’memiliki Aset Maks Rp.50jt   βœ’  Omzet per tahun          Maks Rp 300 juta. πŸ‘‰πŸ» Kategori Usaha Kecil:   βœ’ memiliki Aset antara          Rp.50jt s.d Rp. 500jt  βœ’  Omzet per tahunnya          Rp 300 juta s.d Rp 2.5               milyar  πŸ‘‰πŸ» Usaha Menengah : βœ’ memiliki Aset antara          Rp.500jt s.d Rp. 10 Milyar  βœ’  Omzet per tahunnya          Rp 2.5 M s.d Rp 50 milyar πŸ‘‰πŸ» Usaha Besar : βœ’ memiliki Aset       Lebih Dari Rp.10 M  βœ’  Omzet per tahunnya          Lebih dari Rp 50 milyar

PEMIMPI BESAR

        ilustrasi dari google             Seteleh sebelumnya membahas tentang   kepolosan seorang anak  , maka selanjutnya penting kiranya mengetahui kalau anak adalah pemimpi besar.  Perlukah anak memiliki mimpi besar ? hal ini akan menentukan masa depan dia kelak. Anak bagaikan kertas putih, polos, tak memiliki banyak warna dan memorinya masih banyak yang kosong. Kalimat positif, dorongan kebaikan, dan termasuk supaya berani bermimpi besar. Komunikasi yang intensif sambil bercengkerama dan memancing dia agar mempunyai mimpi yang dia idamkan. Eksplor sang buah hati tentang dunia luar yang lebih luas. Tanyalah apa mimpinya, maka dari mulut mungil itu akan keluar kalimat yang mencengangkan.   β€œAku mau jadi polisi,aku mau jadi presiden, aku mau jadi dokter, polwan, kiyai, pilot,.....” dan banyak lagi. Jawabannya selalu tidak stabil,hal ini juga sering dialami anak-anak saya.ketika dia saya ajak jalan-jala...

MARI BELAJAR KEPADA ANAK

                Orangtua dengan label lebih dewasa, ternyata pada prakteknya banyak sekali  melakukan kesalahan terhadap anak.  Rasa malu untuk mengakui  kesalahan, dan  merasa sok segala tahu dibandingkan manusia kecil yang bernama anak.  Hal seperti ini pula yang sering dialami saya, anda dan mungkin banyak orang tua di seluruh dunia. Sepertinya sikap seperti  itu wajar, karena sebagai orang tua sudah makan asam garam lebih banyak dari anak-anak, demikian salah satu peribahasa yang kita kenal.                 Kalau kita teliti secara seksama ternyata banyak sisi positif yang kita ambil dari pribadi belia sang anak.  Sehingga bagi saya, anak merupakan guru kehidupan. Anak bukan saja subjek penanya, tapi anak juga merupakan  orang yang bisa menjawab pertanyaan orang tua. Walaupun tak sepe...