Tiga tahun sudah kami lewati hidup di Bandung ini. Alhamdulillah Usaha jalan terus walaupun disertai bumbu-bumbu yang membuat jatuh bangun. Tapi semua saya rasakan sebagai sebuah dinamika kehidupan yang seyogyanya jadi bahan pembelajaran akan arti sebuah kehidupan.
Dua sisi kehidupan yang berbeda sepertinya akan selalu menyertai detak kehidupan sepanjang masa. Ada atas ada bawah ada suka dan ada duka. Semua berlaku dalam hukum realita.
Begitupun keluarga kecil kami yang mendapatkan anugerah terindah yaitu berupa lahirnya seorang putera pada 3 maret 2011.
Sehingga lengkaplah anak-anak kami ada perempuan ada pula laki-laki.
Rasa syukurpun kurasakan karena didalam perjalan hidup di kota ini selalu Allah memberikan kami yang terbaik. Rizky yang terus lancar dan kesehatan yang kami rasakan. Rasa inilah yang kemudian kami tuangkan pada nama anak ini pada tanggal 3 maret 2011. Saya memberinya nama Muhammad Hibatillah Ahsan. Nama Muhammad karena doa kami agar senantiasa anak ini menjungjung tinggi Rasulullah sepanjang hayatnya. Hibatillah yang artinya pemberian Allah dan Ahsan kurang lebih artinya yang terbaik. Jadi melalui anak ini pula doa dan rasa syukur kami tersematkan.
Berbeda dengan kelahiran anak pertama, karena saat anak pertama lahir, ilmu dan rezeki kami belum mumpuni untuk aqikah. Maka untuk anak ke-2 ini Alhamdulillah sesuai sunnah Rasul di hari ke-7 nya kami melakukan aqikah. Sementara anak pertama kami baru melakukan akiqahnya waktu beranjak umur 8 tahun. Tidak ada niat memilah-milah anak-anak tapi memang rizqinya seperti itu. Alhamdulillah ala kulli hal. Walaupun Azkiya telat aqikahnya tapi tetap bisa terlaksana.
Dua minggu usia bayi kami, Ahsan harus masuk Rumah Sakit Hasan Sadikin karena kulitnya kuning efek dari kurangnya cairan. Awalnya kami beranggapan Asi yang diberikan cukup padahal setelah melakukan tes ternyata Asi yang diproduksi istri ternyata sedikit dan tidak memadai kebutuhan sang bayi. Kami bersedih karena sebenarnya kami tidak ingin kalau harus memberikan susu formula. Sebab bagaimanapun Asi tetap yang terbaik. Tapi apa hendak dikata, toh kami sudah berusaha dengan cara-cara yang bisa kami lakukan. Akhirnya kami memutuskan untuk memberikan susu formula sebagai tambahan saja.
Rasa syukur terus tersirat kala sang buah hati terus tumbuh dan menjadi obat tatkala lelah dan penat. Saat itulah kami mulai menyadari untuk lebih fokus mempersiapkan pendidikannya kelak. Saya merasa harus ada perencanaan yang matang untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Dan alhamdulillah di penghujung tahun 2011 tersebut saya mulai membuka diri untuk mengikuti kajian atau seminar soal perencanaan keuangan. Niatnya cuma satu ingin kehidupan keluarga lebih maju tapi tidak keluar dari koridor agama. Walaupun tidak seprofesional financial planer, tapi setidaknya saya mengetahui bagaimana penentuan goal buat masa depan keluarga ini kelak.
Komentar
Posting Komentar