Langsung ke konten utama

TERBEBAS DARI RAYUAN SANG LINTAH DARAT

Tanah, air dan udara kota Bandung sepertinya telah kureguk cukup banyak, sehingga sebagian telah menyatu dan beradaptasi dengan saya dalam waktu enam bulan terakhir kala itu. Sehingga bisnis yang kami rintispun secara bertahap terasa ada denyut-denyut peningkatan.  Masa tiga bulan pertama adalah masa sulit. Banyak hal yang harus dipelajari yang diantaranya adalah penyesuaian dengan lingkungan. Dan untuk mencari pelangganpun butuh waktu dan perjuangan.
Awal-awal kami disini, suasana kampung begitu sunyi. Bahkan karena belum menyatunya dengan lingkungan, suasana masih terasa sepi. Sehingga untuk tutup jam 9 malampun, terasa sangat lama. Dan ternyata, warung di sekitar kami rata-rata tutup jam 21.00 bahkan kurang dari jam tersebut. Dari keadaan tersebut maka timbul ide saya, untuk buka warung lebih lama. Dengan pertimbangan mudah-mudahan ada orang yang membutuhkan sesuatu malam-malam.

Dan alhamdulillah ternyata dengan bertambahnya waktu buka, omsetpun ikut naik. Dan pelanggan tetap yang setiap lewat ke jalan cipedes tengahpun, suka sengaja belanja di toko kami. Dengan alasan karena merasa terbantu dengan adanya toko yang jam bukanya sampai jam 12 malam. Dengan bertambahnya omset maka perputaran uangpun lebih cepat sehingga berimbas pada persediaan barang yang terus bertambah. Setiap ada orang yang menanyakan sesuatu dan di toko kami tidak ada, kami selalu mencatatnya dan esok harinya melengkapinya. Dan trik seperti ini cukup membuat bertambahnya pelanggan.

Supaya identitas toko gampang dikenali, maka kamipun memberi nama toko sama dengan waktu kami di Surade Sukabumi selatan, yaitu toko "AZKIYA", yang diambil dari nama puteri semata wayang kami.

PERANGI RENTENIR

Dalam setiap episod selalu ada saja rintangan yang menghalangi. Ketika seseorang melakukan yang terbaik, maka selalu ada saja jalan untuk melakukan yang terbaik itu. Akan tetapi hal itu akan berbanding lurus dengan aral dan rintangan. Begitupun dalam berbisnis.
Sudah jadi prinsif kami, bahwa cukupalah permodalan sekali saja. Biar modal itu bergulir tanpa ada tambahan dari luar, apapun bentuknya. Akan tetapi niat tersebut selalu saja menghadapi batu sandungan ketika kami harus berhadapan dengan kenyataan ternyata untuk membangun usaha lebih maju dibutuhkan penambahan modal. Disaat itulah ada hasrat untuk mengajukan pembiayaan ke Bank. Akan tetapi karena saya belum mengurusi kepindahan status kependudukan maka hasrat tersebut saya kubur dalam-dalam. Dan saya berpendirian saat itu, barangkali ini cara Alloh untuk menolong saya agar tidak terjerumus pada Riba.

Dalam perenungan soal bahaya riba, terkadang saya sedih juga karena didepan mata saya tiap hari hilir mudik para lintah darat dengan bersampul Koperasi. Dan entah berapa kali kami menolaknya karena sama sekali kami merasa najis untuk berurusan dengan mereka. Tapi apakah saya harus menutup mata? ketika ternyata banyak kaum duafa yang terjerat hutang untuk rentenir ini. Mungkin kalau saya tidak tinggal di kampung ini dan bertetangga dengan yang berlangganan abang-abang kelililng saya tidak akan tahu bagaimana susahnya mereka untuk menutupi hutang hari ini, karena abang-abang itu datang tiap hari. Ya... praktek rentenir dengan sistem bunga yang sangat tinggi ini yang kabarnya sampai 20% per bulannya, ternyata sangat banyak terjadi di lingkungan kita. Sehingga banyak orang yang kehilangan harga dirinya karena bergantung pada sang lintah darat tersebut. 

Perjalanan hidup di kota besar seperti Bandung ini memanglah sangat keras. Kalaulah tidak disiplin dengan gaya hidup sederhana maka tak ayal akan jadi makanan empuk para rentenir tersebut. Atau bisa jadi bukan karena gaya hidup akan tetapi memang karena keadaan yang memaksa untuk menceburkan diri ke ranah riba ini. Masyarakat yang terhimpit dibawah garis kemiskinan sehingga merasakan langsung dampak dari inflasi. Barang kebutuhan pokok yang kami jualpun terus menerus naik tanpa henti. Lebih-lebih kalau tahun ajaran baru datang, dimana inflasi biaya pendidikan cukup signifikan dalam kenaikannya tiap tahun. Dampaknya daya beli jadi menurun, ladang untuk mencari nafkahpun semakin susah dan semakin menurunnya rasa peduli terhadap sesama. Dan kenyataan seperti inilah yang akhirnya dimanfaatkan para abang-abang yang  berlaga pahlawan padahal mereka pembunuh yang sengaja dibayar oleh korban sendiri.

Untuk menjelaskan bahaya rentenir ke konsumen yang datang ke toko itupun perlu percakapan yang pelan-pelan. Dan uniknya ternyata ada diantara mereka yang merasa enjoy dengan dalih asa katulungan (merasa tertolong). Tapi dari dialog yang saya lakukan kepada mereka ternyata ada juga yang merasa selalu takut, malu dan bahkan prustasi karena setiap hari merasa dikejar-kejar hutang yang terus membesar menjadi nominal yang tak masuk akal. Tak jarang hutang yang awalnya cuma sejuta untuk masuk ke SMA anaknya dalam waktu singkat telah menggunung berlipat ganda. Kondisi seperti inialah yang membuat kita mengelus dada dan terjadi di sekitar kita.

Bukan hanya tetangga yang menjadi sasaran para rentenir itu, tapi toko-toko termasuk toko sayapun tak lepas dari sasaran mereka. Bahkan kegigihan mereka tak tanggung-tanggung, pernah dia datang kepada saya untuk menawarkan pinjaman dan menceritakan secara detil cara pengembaliannya tapi sudah cape-cape menjelaskan ujung-ujungnya saya tolak juga. Ee.....ternyata besoknya datang lagi pas saya tidak ada di toko dan dia pasang strategi untuk mengendalikan istri saya agar mau pinjam uang kepadanya. Dan alhasil istri sayapun tetap menolak. Yaa..., karena kami sudah berkomitmen untuk tidak menambahkan sesuatu yang riba ke dalam usaha saya. 

Selain rentenir yang secara langsung nampak jelas bagaimana bunga berbunganya uang, ke tokopun banyak yang menawarkan barang elektronik atau perabotan lain dengan sistem kredit yang tidak syar'i tentunya. Hal ini juga jadi sebuah pembelajaran buat kami bagaimana memisahkan mana keinginan dan mana kebutuhan. Walaupun ada sistem bayar cicil atau angsuran secara syari'ah tapi kami tetap mengedapankan yang sesuai kebutuhan dulu. Kasihan sekali pikiran ini harus terbebani dengan "harus membayar hutang tiap bulan", Lebih baik tidak memiliki kalau memang tidak ada uang. 
Dan alhamdulillah para lintah darat yang bergentayangan tersebut mulai mundur dan tak mau mendekat ke toko kami dan sepertinya mereka mulai paham bahwa toko kami bukanlah target mereka.

Untuk memerangi rentenir ini saya pikir perlu kerjasama satu kampung. Bila perlu bikin spanduk rame-rame dengan tulisan besar bahwa kampung ini tidak menerima rentenir. Masyarakat harus bahu membahu menolaknya disertai penyuluhan langsung ke masyarakat tentang bahayanya lintah darat.
Begitu dahsyatnya efek riba atau renten ini terhadap ketenangan di masyarakat. Alih-alih dapat tertolong dengan uang pinjaman tapi endingnya hancurnya ekonomi keluarga. Bahkan ada yang berujung dengan perceraian. Tercerai berainya rumah tangga yang dibina ternyata bisa kandas karena riba yang mencekik di leher mereka. Naudzubillahi min dzalik

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KLASIFIKASI USAHA BERDASARKAN OMZET DAN ASET

Berikut klasifikasi usaha berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2008 disebutkan 👉🏻 Kategori Usaha Mikro :   ✒memiliki Aset Maks Rp.50jt   ✒  Omzet per tahun          Maks Rp 300 juta. 👉🏻 Kategori Usaha Kecil:   ✒ memiliki Aset antara          Rp.50jt s.d Rp. 500jt  ✒  Omzet per tahunnya          Rp 300 juta s.d Rp 2.5               milyar  👉🏻 Usaha Menengah : ✒ memiliki Aset antara          Rp.500jt s.d Rp. 10 Milyar  ✒  Omzet per tahunnya          Rp 2.5 M s.d Rp 50 milyar 👉🏻 Usaha Besar : ✒ memiliki Aset       Lebih Dari Rp.10 M  ✒  Omzet per tahunnya          Lebih dari Rp 50 milyar

Ramadhan Sebagai Momentum Perubahan

Suatu hari, Aa Gym tak kuasa untuk melemparkan pertanyaan kepada Agung, sang adik yang cacat tapi tetap sabar dan tak pernah mengeluh. “Dik, kata dokter sakitmu sudah parah sekali. Tapi adik kok tidak pernah mengeluh?” Sang adik tersenyum lalu menjawab, “Untuk apa mengeluh? Mengeluh akan membuat orang lain susah. Kalau orang-orang beramal untuk bekal di surga nanti, saya ingin agar kesabaran saya ini bisa menjadi bekal nanti.” Mendengar jawaban itu Aa Gym tersadar. Betapa mulianya hati sang adik. Walaupun cacat pisik yang dideritanya membuat dirinya harus dibopong setiap berangkat kuliah. Itulah titik balik dalam kehidupan aa Gym sehingga bisa seperti sekarang ini. Lain Aa Gym, lain pula Arifin Ilham, pimpinan majelis dzikir yang ribuan jamahnya. Pada tahun 1997 dipatuk ular, dan bisanya sudah merambah ke seluruh tubuh, sehingga banyak Rumah Sakit yang enggan menerima karena sudah kelihatan umurnya tak akan lama lagi. Tapi atas kuasaNya Arifin Ilham dapat lolos dari maut itu. Sej

MEMBINA CHEMISTRY DENGAN ANAK

             Jujur saja, mengenal istilah chemistry ini belum lama banget. Kira-kira 2 atau 3 tahunan lalu, saya melihat tayangan di televisi tentang keluarga Ridwan kamil walikota Bandung saat ini. Di acara tersebut, beliau   mengungkapkan tentang aktivitas  rutin tiap pagi selama 20 menit,  yaitu  berpelukan dengan anak-anaknya. Walaupun anak-anaknya sudah besar, bahkan yang sulung sudah SMA.  Dan setelah ditanya host acara tersebut, kang Emil melakukan kebiasaan tersebut untuk memperat chemistry diantara mereka sebagai orangtua dan anak.                 Lambat laun saya menangkap kalau yang diistilahkan dari kata asing tersebut, semacam ikatan bathin antara orangtua dan anak-anaknya.  Tapi untuk memenuhi rasa kepenasaran saya tanya mbah google  tentang arti dari chemistry tersebut.  Jawabannya sangat mencengangkan karena semula saya anggap kata tersebut adalah istilah dalam ilmu psykologi, ternyata  arti chemistry itu adalah kimia. Kalau diterjemahkan secara liar lagi