ilustrasi dari pusathalal.com
Beberapa hari lalu, saya bertemu dengan
sahabat lama yang hampir seusia
pernikahan kami, 14 tahun tak berjumpa. Banyak hal kemajuan yang didapat , yang
salah satunya mengelola pondok pesantren
Al-ianah di bilangan kota
Sukabumi. Terakhir ketemu santrinya cuma beberapa santri pria, dan pada
pertemuan kemarin, selain sekarang ada
santri perempuan, bahkan ada pengajian pekanan dimana yang ngajinya bukan
jamaah biasa, tetapi yang belajarnya para ustadz yang masih mau belajar agama.
Yang menarik dari ustadz muda ini, yang
kemudian mengilhami saya untuk menulis disini, bukan karena pribadinya yang
santun atau kepiawaiannya dalam membaca
kitab kuning, tetapi teringat sosok ayahnya yang bercerita tentang bagaimana
merawat titipan Allah berupa
anak-anaknya. Waktu itu saya mencari tahu kepada beliau, apa rahasianya
sehingga mempunyai anak cerdas dan menjadi kiayi. Padahal orang tua atau saudaranya tak ada
yang menjadi kiayi. Barangkali pembaca pastinya berpendapat, “kang Tiesna,
banyak koq kiayi yang tak ada terah
kiayi”. Atau dengan bahasa lain, banyak kiayi yang lahir dari keluarga
biasa-biasa.
Kepenasaran saya terjawab, dan orang tua
dari teman saya ini mengatakan, “Tiesna, anak itu titipan Allah yang harus kita
jaga. Anak itu sesuatu yang paling berharga yang tak ternilai harganya. Karena
berharga itu pula, maka berikan kasih sayang utuh pada mereka. Doakan dia
setiap saat dan jangan lupa berikan makanan yang halalan thoyiban. Rizki yang
kita cari harus benar-benar dijaga kehalalannya”. Sampai disini saya sempat
berpikir kalau orang tua sayapun tentunya memberi makan dari harta yang halal.
Beliaupun melanjutkan ceritanya, “kita sebenarnya gampang mengukur mana
makanan halal dan mana makanan yang haram. Akan tetapi dalam cara mendapatkannya
itu, terkadang kita kepeleset dari
aturan-aturan yang disyariatkan. Oleh karenanya, bapak benar-benar ekstra hati-hati dalam mencari
bab rizki ini. Apa lagi bapak punya anak yang di pesantren, bapak ingin sekali
kalau anak bapak jadi kiayi yang berguna bagi umat di masa yang akan
datang”.
Dari ungkapan yang disampaikan orang tua teman saya ini, dapat diambil
kesimpulan bahwa untuk mendapat anak dengan predikat baik, sholeh, pintar,
bahkan menjadi jalan ke surga orang
tuanya, ternyata tak cukup dengan cara mendidik secara benar. Tetapi soal
makanannyapun harus diperhatikan benar-benar. Banyak orang bekerja dan mengumpulkan harta demi
menafkahi keluarga, meski harus mengambil dan mendapatkan makanan haram
yang sangat dilarang oleh agama. Padahal gara-gara makanan, doa jadi tertolak.
Ibnu Abbas berkata bahwa Sa’ad bin Abi Waqash berkata kepada Nabi SAW, “Ya
Rasulullah, doakanlah aku agar menjadi orang yang dikabulkan doa-doanya oleh
Allah.” Apa jawaban Rasulullah SAW, “Wahai Sa’ad perbaikilah makananmu
(makanlah makanan yang halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu
dikabulkan doanya. Dan demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, sungguh jika ada
seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan
diterima amalnya selama 40 hari dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari
hasil menipu dan riba, maka neraka lebih layak baginya.” (HR At-Thabrani).
|
Jangan sampai anak yang kita sayangi,
dilahirkan dengan susah payah dan sejuta doa dihaturkan, tapi setelah besar
malah menjadi koruptor, pembangkang dan pembuat
maksiat, hanya gara-gara ada secuil harta haram yang diberikan kepada
anak-anak sewaktu berada dalam asuhan kita.
Anak yang terjaga dengan baik maka akan terus melahirkan
generasi-generasi baik berikutnya.
Bukan hanya halal, tapi harus thoyib dan menyehatkan pula. Saya teringat saat seminar parenting beberapa tahun lalu. Kala itu yang menjadi pembicara mantan artis era 80-an, Bunda Neno Warisman. Beliau meneliti tentang kebiasaan anak-anak di era sekarang yang dibandingkan dengan era pendahulunya. Anak-anak zaman sekarang, cenderung maunya serba instan dan tidak berpikir panjang kalau mengerjakan sesuatu. Sebagai contoh, beliau mengisahkan seorang remaja yang senang masturbasi dalam melampiaskan dorongan libido seksnya. Dan setelah diwawancara, ternyata ada kebiasaan kurang baik yang dia konsumsi dan berlangsung lama semenjak balita. Yaitu senang makanan yang serba instan. Tentu kita sepakat kalau yang namanya mie instan yang ada di negara ini sudah mendapat labelisasi halal. Tapi pada kenyataannya, ada efek yang muncul kalau keseringan mengkonsumsinya. Selain efek negatif pada pencernaan, ternyata ada efek psykologis yang ditimbulkan pula.
Bukan hanya halal, tapi harus thoyib dan menyehatkan pula. Saya teringat saat seminar parenting beberapa tahun lalu. Kala itu yang menjadi pembicara mantan artis era 80-an, Bunda Neno Warisman. Beliau meneliti tentang kebiasaan anak-anak di era sekarang yang dibandingkan dengan era pendahulunya. Anak-anak zaman sekarang, cenderung maunya serba instan dan tidak berpikir panjang kalau mengerjakan sesuatu. Sebagai contoh, beliau mengisahkan seorang remaja yang senang masturbasi dalam melampiaskan dorongan libido seksnya. Dan setelah diwawancara, ternyata ada kebiasaan kurang baik yang dia konsumsi dan berlangsung lama semenjak balita. Yaitu senang makanan yang serba instan. Tentu kita sepakat kalau yang namanya mie instan yang ada di negara ini sudah mendapat labelisasi halal. Tapi pada kenyataannya, ada efek yang muncul kalau keseringan mengkonsumsinya. Selain efek negatif pada pencernaan, ternyata ada efek psykologis yang ditimbulkan pula.
Wallohu’alam
Komentar
Posting Komentar