gambar dari google
Rasa ingin tahu anak terkadang
membuat para orangtua kewalahan menjawab segala pertanyaanya. Tapi itulah sifat
manusia kecil yang bernama anak. Maklum saja pengetahuan mereka sangat dangkal,
dan membuat dirinya terus bertanya akan apa yang tidak diketahuinya. Dan
sasaran yang paling sering tempat bertanya,siapalagi kalau bukan orangtuanya.
Pertanyaan yang diajukannya kadang diluar dugaan dan sekali-kali tidak masuk
akal, dan serta merta membuat orangtua kesal dan mengeluarkan kalimat serapah,”udah ah.....! jangan banyak tanya,bawel amat sih...” dijawab dengan ungkapan seperti itu,
sebenarnya dalam hati yang paling dalam jagoan kita ini telah terluka.
Sehingga di beberapa kasus membuat anak
enggan lagi bertanya, sehingga kreasinya menurun.
Kalau kita sebagai orangtua tak
mampu menjawab pertanyaan si anak, apa salahnya untuk jujur.”Adik,bunda
ga tahu,insyaallah nanti bunda tanyakan
ke teman bunda,barangkali dia bisa jawab” atau,”pertanyaannya
sulit amat sih anak pintar, oke.... kita cari tahu bareng-bareng yuk ...!” dengan jawaban seperti itu anak bisa
mengerti koq, bahkan dia secara tak sadar telah mempelajari bagaimana cara
menghargai dan bijak akan sebuah permasalahan. Secara orang dewasa dia akan
mengerti ternyata “ada langit di atas langit”.
Suatu ketika, saat kami melakukan
perjalanan pulkam ke Kuningan dari Bandung, sudah barang tentu kota yang
dilewati adalah Sumedang, Majalengka dan Cirebon. Macam-macam panorama alam
yang baru diketahui sang anak tentunya sangat menarik perhatian. Jangankan anak-anak,
kami selaku orangtuapun saat mudik atau pulkam adalah saat-saat yang
menyenangkan. Luka-liku jalan Cadas Pangeran yang meliuk nan curam
selalu mengundang ketakjuban akan keperkasaan bangsa pribumi dibawah titah
penjajah yang dikomandoi Daendeles. Begitupun
sawah sengked atau trasering tersusun rapih yang
seakan-akan memanggil untuk turun dan menyentuhnya. Anak-anakpun merasakan hal
yang sama, dalam keasyikan menikmati indahnya perjalanan selalu saja ada yang ditanyakan. Seperti yang terjadi
bebrapa bulan lalu, Ahsan awalnya bertanya,
”pak, warna gunung itu kenapa ada
yang hijau ada yang biru?”
“yang biru itu karena letaknya
jauh dari kita, sedagkan yang dekat itu biasanya warna hijau” wah,pertanyaannya
mudah sekali pikirku. Ternyata jawaban itu masih berlanjut dengan pertanyaan
berikutnya,”kenapa bisa begitu, kenapa kalau jauh jadi warnanhya biru?”.
Wah,sampai sini sudah mulai ilmiah pertanyaan anak ini. Kalau saya jawab secara
ilmiah, tentu jawabannya karena efek tebalnya cahaya yang dipancarkan matahari
sebelum ke bumi yang menyentuh dulu ke atmosfir. Karena jarak kita ke
gunung jauh maka sudah dipastikan gunung
jadi kelihatan biru. Kalau jawabnnya seperti itu, pasti panjang bahasannya.
Mendingan kalau dia langsung paham, sudah dipastikan pasti dia akan bertanya
yang lainnya. Nah, akhirnya dalam masalah ini sudah sewajarnya kalau orangtua harus terus menggali ilmu
pengetahuan. Makanya sejak awal saya mengatakan,kalau anak sejatinya adalah
Guru Kehidupan. Orangtua harus pandai memilih kata yang bisa dicerna anak-anak.
Disaat kebingungan menjawab,tiba-tiba saya teringat kalau Ahsan waktu lebaran
tahun lalu dia pernah saya ajak pergi ke laut. Akhirnya saya meminta
dirinya,untuk mengingat waktu bermain-main di laut. “Ahsan air laut rasanya
gimana?”,”asin” jawabnya singkat. “Warna airnya gimana?” pertanyaanku
berikutnya,dan diapun menjawab,”airnya mah sama saja kaya air sumur, bening”.
“coba kamu ingat-ingat, ketika melihat jauh dari pantai air laut warnanya apa ?” pertanyaanku seolah memaksa dia berimaji untuk mengingat atas
apa yang dilihatnya. Serta merta diapun ketawa puas,”kalau jauh air
lautnya ternyata jadi biru”.
Alhamdulillah akhirnya satu soal dapat dipecahkan. Eits.... ternyata pertanyaan tentang Gunung
ini masih berlanjut juga. “Bapak, di gunung itu ada apa sih ?” pertanyaan ini
sangat wajar, karena sampai sekarang dia belum pernah ke gunung.
Kalau ditanya seperti ini, pasti
pembaca sudah dapat menjawabnya bukan? Pasti
jawaban yang terlontar,di gunung
ada tumbuhan tinggi-tinggi, ada binatang buas, ada batu karang, ada air terjun atau jawaban apa aja deh yang
pembaca ketahui. Akan tetapi kalau kita kerahkan semua jawaban, apakah dia akan
berhenti pada pertanyaan terakhir. Pada kenyataannya TIDAK, ternyata banyak sekali yang akan dia lontarkan. Keingin tahuan anak sayapun masih terus
berlajut, dia juga bertanya,di gunung ada orang ga? Di gunung ada sekolah ga ?
ada masjid ga? Dan pertanyaan lainnya. Pokoknya dibikin seru dan asyik
deh,kalau menjawab pertanyaan mereka.
Sampai disini saya merasakan bahwa
melalui anak, orangtua bisa berperan
sebagai guru. Setiap harinya ada banyak
hal yang berbuah kebaikan, yang salah satunya adalah memberi pengetahuan pada
anak. Pantas saja Nabi berpesan kalau “Rumah
Tangga Adalah Madrasah Pertama Bagi Anak-anak”. Karena di lingkungan terkecil
bernama rumah inilah, anak mulai belajar sebelum dia terjun ke lingkungan yang
lebih luas yakni lingkungan sekolah atau sosial kemasyarakatan.
baca juga Anak Berani Bermimpi dan Belajar Dari Kepolosan Anak. |
ilustrasi dari google Seteleh sebelumnya membahas tentang kepolosan seorang anak , maka selanjutnya penting kiranya mengetahui kalau anak adalah pemimpi besar. Perlukah anak memiliki mimpi besar ? hal ini akan menentukan masa depan dia kelak. Anak bagaikan kertas putih, polos, tak memiliki banyak warna dan memorinya masih banyak yang kosong. Kalimat positif, dorongan kebaikan, dan termasuk supaya berani bermimpi besar. Komunikasi yang intensif sambil bercengkerama dan memancing dia agar mempunyai mimpi yang dia idamkan. Eksplor sang buah hati tentang dunia luar yang lebih luas. Tanyalah apa mimpinya, maka dari mulut mungil itu akan keluar kalimat yang mencengangkan. “Aku mau jadi polisi,aku mau jadi presiden, aku mau jadi dokter, polwan, kiyai, pilot,.....” dan banyak lagi. Jawabannya selalu tidak stabil,hal ini juga sering dialami anak-anak saya.ketika dia saya ajak jalan-jala...
Komentar
Posting Komentar