from:Google
Anak-anak
yang kita bina, tak selamanya sesuai
dengan apa yang kita inginkan. Ada kalanya orangtua harus melewati fase yang
berada pada titik kejengkelan. Pada keadaan seperti inilah, sebagai orangtua terkadang merasa
terpancing untuk meluapkan emosi. Bahkan sangat banyak para ayah yang selalu
menggunakan fisik dalam melampiaskan amarahnya.
Lantas,
apakah boleh kita marah terhadap anak ? Kalau saya pribadi, bukan hanya boleh
tapi kalau saatnya perlu marah, kenapa tidak. Hanya perlu dicermati,
marah seperti apa yang harus dilakukan? Ada marah pada tempatnya, ada pula
marah yang tidak pada tempatnya. Marah yang dibolehkan, lebih kepada menjaga kedisiplinan
anak, dan yang paling penting anak mengetahui kalau kita sedang marah. Ketika
ada nilai-nilai atau aturan-aturan yang disepakati lalu anak melanggarnya, saya
rasa marah harus dilakukan dengan catatan untuk mengingatkan kalau yang
dilakukan mereka itu salah. Walaupun marah seperti ini diperkenankan, tapi
tetap hargai dia dengan tidak memarahi di depan orang lain.
Saya
sempat marah pada anak, dan hal yang memancing marah saat itu, gara-gara anak
saya shalat satu shaf dengan teman sebayanya, dan ternyata shalatnya tak
seperti biasanya. Entah siapa yang memulai, hanya mereka shalatnya dibarengi
ketawa-kitiwi, sehingga membuat jamaah lain jadi terganggu. Dan usai shalat,
ingin rasanya saya negor kala itu juga pada anak tersebut. Hanya saya langsung tarik
nafas agak panjang, sebagai upaya untuk menurunkan tensi marah tersebut.
Walaupun
dia anak kecil, tapi dia harus kita hargai juga, jangan dimarahi di depan orang
banyak, hindari kata-kata yang menyakitkan, hindari sumpah serapah atau label
buruk apalagi dengan menggunakan kekerasan fisik. Ingat... ! Penelitian
membuktikan, dengan kekerasan fisik ternyata efek jera yang didapat hanya jera
yang semu, dan berpotensi mendendam di kemudian hari.
Sedangkan
marah yang tidak baik, yakni marah memang untuk marah dan memang serius
kelihatan marah-marah. Tak peduli gara-gara masalah sepele langsung anak kena
semprot. Meluapkan kemarahan apalagi
yang berlebihan, merupakan salah satu ekspresi memanjakan ego yang cenderung
bersifat negatif, atau dalam Al-Qur’an sering disebut dengan nafsu amarah.
"
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu
itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang." (QS.
Yusuf [12] : 53)
Ada kiat yang indah yang disinyalir lewat pesan Rasulullah dalam hadits Abu Dawud, ” Duduklah
ketika sedang berdiri, tiduran ketika sedang duduk, jika masih marah, berwudhu
atau mandilah dengan air dingin”. Kenapa harus wudhu atau mandi dengan air
dingin ? karena sebenarnya marah yang penuh dengan emosional, itu datangnya
dari syathan. Sedangkan sifat syaithan itu api(panas),maka dengan berwudhu
dapat menurunkan panas (amarah).
Dalam
menghadapi marah itu sendiri, memang diperlukan waktu untuk melatih diri. Memikirkan
kembali dengan tenang, tentang faktor yang menjadi pemicu marah, apakah memang
sepatutnya disikapi dengan marah atau tidak.
Berlatih terus agar menunda marah,supaya tak melampiaskannya secara
spontan. Fakta seperti
ini tidaklah mudah, dan bisa diatasi karena dengan latihan. Sayapun bisa memenej diri dalam menghadapi marah
terhadap anak, baru setelah memiliki anak ke-2. Dan efek dari menahan amarah
terhadap anak, ternyata berimbas dalam
urusan lain juga, seperti sikap dalam
berbsnis, dalam menghadapi isteri dan
juga dalam kehidupan bermasyarakat.
|
ilustrasi dari google Seteleh sebelumnya membahas tentang kepolosan seorang anak , maka selanjutnya penting kiranya mengetahui kalau anak adalah pemimpi besar. Perlukah anak memiliki mimpi besar ? hal ini akan menentukan masa depan dia kelak. Anak bagaikan kertas putih, polos, tak memiliki banyak warna dan memorinya masih banyak yang kosong. Kalimat positif, dorongan kebaikan, dan termasuk supaya berani bermimpi besar. Komunikasi yang intensif sambil bercengkerama dan memancing dia agar mempunyai mimpi yang dia idamkan. Eksplor sang buah hati tentang dunia luar yang lebih luas. Tanyalah apa mimpinya, maka dari mulut mungil itu akan keluar kalimat yang mencengangkan. “Aku mau jadi polisi,aku mau jadi presiden, aku mau jadi dokter, polwan, kiyai, pilot,.....” dan banyak lagi. Jawabannya selalu tidak stabil,hal ini juga sering dialami anak-anak saya.ketika dia saya ajak jalan-jala...
Komentar
Posting Komentar