Langsung ke konten utama

KAPAN BOLEH MARAH?

9. Jangan memarahi anak bila melakukan kesalahan
Anak yang selalu dimarahi akan merasa takut untuk melakukan kesalahan. Padahal, kreatvitas butuh sikap berani mengambil resiko. Jadi, jangan marahi anak bila ia melakukan kesalahan yang tidak disengaja. Tanpa kesalahan, ia tidak akan pernah belajar. ( nantikan tips berikutnya )
#ayomewarnai #anakcerdas #buku #bukuanak #bukumewarnai #bukuaktifitas #bukukegiatan #bukuenglishindonesia #bukuaktifitasanak #bukugambar #bukulokalberkualitas #bookforkids #color #colour #coloringbook #colouringbook #creativity #custom #edukasianak #jualbuku #kreatifitasanak #mycolour #mycolourbooks #mycolourtips #montessori #mycolourinfo #onlineshop #reseller #shop #souvenir
from:Google




Anak-anak yang kita bina, tak selamanya  sesuai dengan apa yang kita inginkan. Ada kalanya orangtua harus melewati fase yang berada pada titik kejengkelan. Pada keadaan seperti  inilah, sebagai orangtua terkadang merasa terpancing untuk meluapkan emosi. Bahkan sangat banyak para ayah yang selalu menggunakan fisik dalam melampiaskan amarahnya.


Lantas, apakah boleh kita marah terhadap anak ? Kalau saya pribadi, bukan hanya boleh tapi kalau saatnya perlu marah, kenapa tidak. Hanya perlu dicermati, marah seperti apa yang harus dilakukan? Ada marah pada tempatnya, ada pula marah yang tidak pada tempatnya. Marah yang dibolehkan, lebih kepada menjaga kedisiplinan anak, dan yang paling penting anak mengetahui kalau kita sedang marah. Ketika ada nilai-nilai atau aturan-aturan yang disepakati lalu anak melanggarnya, saya rasa marah harus dilakukan dengan catatan untuk mengingatkan kalau yang dilakukan mereka itu salah. Walaupun marah seperti ini diperkenankan, tapi tetap hargai dia dengan tidak memarahi di depan orang lain.


Saya sempat marah pada anak, dan hal yang memancing marah saat itu, gara-gara anak saya shalat satu shaf dengan teman sebayanya, dan ternyata shalatnya tak seperti biasanya. Entah siapa yang memulai, hanya mereka shalatnya dibarengi ketawa-kitiwi, sehingga membuat jamaah lain jadi terganggu. Dan usai shalat, ingin rasanya saya negor kala itu juga  pada anak tersebut. Hanya saya langsung tarik nafas agak panjang, sebagai upaya untuk menurunkan tensi marah tersebut.


Walaupun dia anak kecil, tapi dia harus kita hargai juga, jangan dimarahi di depan orang banyak, hindari kata-kata yang menyakitkan, hindari sumpah serapah atau label buruk apalagi dengan menggunakan kekerasan fisik. Ingat... ! Penelitian membuktikan, dengan kekerasan fisik ternyata efek jera yang didapat hanya jera yang semu, dan berpotensi mendendam di kemudian hari.


Sedangkan marah yang tidak baik, yakni marah memang untuk marah dan memang serius kelihatan marah-marah. Tak peduli gara-gara masalah sepele langsung anak kena semprot.  Meluapkan kemarahan apalagi yang berlebihan, merupakan salah satu ekspresi memanjakan ego yang cenderung bersifat negatif, atau dalam Al-Qur’an sering disebut dengan nafsu amarah.


 " Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang." (QS. Yusuf [12] : 53)


Ada kiat yang indah yang disinyalir lewat pesan  Rasulullah dalam hadits Abu Dawud, ” Duduklah ketika sedang berdiri, tiduran ketika sedang duduk, jika masih marah, berwudhu atau mandilah dengan air dingin”. Kenapa harus wudhu atau mandi dengan air dingin ? karena sebenarnya marah yang penuh dengan emosional, itu datangnya dari syathan. Sedangkan sifat syaithan itu api(panas),maka dengan berwudhu dapat menurunkan panas (amarah).

          
      Dalam menghadapi marah itu sendiri, memang diperlukan waktu untuk melatih diri. Memikirkan kembali dengan tenang, tentang faktor yang menjadi pemicu marah, apakah memang sepatutnya disikapi dengan marah atau tidak.  Berlatih terus agar menunda marah,supaya tak melampiaskannya secara spontan.  Fakta   seperti ini tidaklah mudah, dan bisa diatasi karena dengan latihan. Sayapun  bisa memenej diri dalam menghadapi marah terhadap anak, baru setelah memiliki anak ke-2. Dan efek dari menahan amarah terhadap anak,  ternyata berimbas dalam urusan lain juga, seperti   sikap dalam berbsnis, dalam menghadapi  isteri dan juga dalam kehidupan  bermasyarakat.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMIMPI BESAR

        ilustrasi dari google             Seteleh sebelumnya membahas tentang   kepolosan seorang anak  , maka selanjutnya penting kiranya mengetahui kalau anak adalah pemimpi besar.  Perlukah anak memiliki mimpi besar ? hal ini akan menentukan masa depan dia kelak. Anak bagaikan kertas putih, polos, tak memiliki banyak warna dan memorinya masih banyak yang kosong. Kalimat positif, dorongan kebaikan, dan termasuk supaya berani bermimpi besar. Komunikasi yang intensif sambil bercengkerama dan memancing dia agar mempunyai mimpi yang dia idamkan. Eksplor sang buah hati tentang dunia luar yang lebih luas. Tanyalah apa mimpinya, maka dari mulut mungil itu akan keluar kalimat yang mencengangkan.   “Aku mau jadi polisi,aku mau jadi presiden, aku mau jadi dokter, polwan, kiyai, pilot,.....” dan banyak lagi. Jawabannya selalu tidak stabil,hal ini juga sering dialami anak-anak saya.ketika dia saya ajak jalan-jala...

KLASIFIKASI USAHA BERDASARKAN OMZET DAN ASET

Berikut klasifikasi usaha berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2008 disebutkan πŸ‘‰πŸ» Kategori Usaha Mikro :   ✒memiliki Aset Maks Rp.50jt   ✒  Omzet per tahun          Maks Rp 300 juta. πŸ‘‰πŸ» Kategori Usaha Kecil:   ✒ memiliki Aset antara          Rp.50jt s.d Rp. 500jt  ✒  Omzet per tahunnya          Rp 300 juta s.d Rp 2.5               milyar  πŸ‘‰πŸ» Usaha Menengah : ✒ memiliki Aset antara          Rp.500jt s.d Rp. 10 Milyar  ✒  Omzet per tahunnya          Rp 2.5 M s.d Rp 50 milyar πŸ‘‰πŸ» Usaha Besar : ✒ memiliki Aset       Lebih Dari Rp.10 M  ✒  Omzet per tahunnya          Lebih dari Rp 50 milyar

MARI BELAJAR KEPADA ANAK

                Orangtua dengan label lebih dewasa, ternyata pada prakteknya banyak sekali  melakukan kesalahan terhadap anak.  Rasa malu untuk mengakui  kesalahan, dan  merasa sok segala tahu dibandingkan manusia kecil yang bernama anak.  Hal seperti ini pula yang sering dialami saya, anda dan mungkin banyak orang tua di seluruh dunia. Sepertinya sikap seperti  itu wajar, karena sebagai orang tua sudah makan asam garam lebih banyak dari anak-anak, demikian salah satu peribahasa yang kita kenal.                 Kalau kita teliti secara seksama ternyata banyak sisi positif yang kita ambil dari pribadi belia sang anak.  Sehingga bagi saya, anak merupakan guru kehidupan. Anak bukan saja subjek penanya, tapi anak juga merupakan  orang yang bisa menjawab pertanyaan orang tua. Walaupun tak sepe...