ilustrasi dari google |
Seteleh sebelumnya membahas tentang kepolosan seorang anak , maka selanjutnya penting kiranya mengetahui kalau anak adalah pemimpi besar. Perlukah anak memiliki mimpi besar ? hal ini akan menentukan masa depan dia kelak. Anak bagaikan kertas putih, polos, tak memiliki banyak warna dan memorinya masih banyak yang kosong. Kalimat positif, dorongan kebaikan, dan termasuk supaya berani bermimpi besar. Komunikasi yang intensif sambil bercengkerama dan memancing dia agar mempunyai mimpi yang dia idamkan. Eksplor sang buah hati tentang dunia luar yang lebih luas. Tanyalah apa mimpinya, maka dari mulut mungil itu akan keluar kalimat yang mencengangkan. “Aku mau jadi polisi,aku mau jadi presiden, aku mau jadi dokter, polwan, kiyai, pilot,.....” dan banyak lagi.
Jawabannya selalu tidak
stabil,hal ini juga sering dialami anak-anak saya.ketika dia saya ajak
jalan-jalan ke bandara Husen Sastra Negara (hehehe.... Cuma jalan-jalan di luar
doang, kebetulan kami tinggal tak jauh dari bandara) maka anak saya bermimpi
untuk menjadi pilot. Tapi ketika dia sering mendengar kalau kakaknya mau jadi
polwan, anak ini ketika ditanya tentang apa yang diinginkan ketika besar, maka
tetiba dia berhasrat menjadi polisi. Tak apa-apa kalau masih berubah-ubah,
namanya juga anak-anak dan tugas kita agar membimbing dan mengarahkan mimpinya.
Jangan sekali-kali mncemooh, mencela atau menghalangi mimpi-mimpi mereka. Tugas
orangtua adalah mengadvokasi, memberi semangat dan memberi jalan untuk
menggapai mimpinya itu.
Saya teringat peristiwa delapan
tahun lalu, ketika puteri pertama kami Azkiya Dzuriati pulang sekolah di Taman Kanak-kanak .
Anak-anak kami sedari kecilsudah terbiasa pulang sekolah tak dijemput walaupun
masih Taman Kanak-kanak. Selain memupuk
kepercayaan ke mereka agar lebih mandiri, hal ini pula karena kami disibukkan
dengan aktivitas sebagai wirausahawan di bidang toko kelontongan. Orang
bilang,”kalau punya toko mah ibarat punya bayi, sulit untuk ditinggalkan”
padahal peribahasa ini seolah akal-akalan tukang warung saja hahaha.... Nah,ketika Azkiya pulang dengan seragam gamis
dan jilbabnya penuh debu, sementara
tasnya dilempar ke atas lalu dipungut lagi, dilempar lagi lalu dipungut lagi.
Melihat kelakuan ini, orangtua terutama ibu pastinya merasa jengkel karena dia
yang selalu mencuci pakainan seluruh anggota keluaraga. Tapi dia begitu enjoy melakukannya,
sambil berlari dan
menendang-nendang tanah yang mengepul
berdebu karena musim kemarau saat itu. Semetara dari mulutnya dia terus berteriak mengucapkan peribahasa Arab, “man
jadda wajada” yang artinya “siapa
yang bersungguh-sungguh pasti berhasil”.
Pepatah Arab inilah yang akhirnya saya gunakan sebagai pegingat pada
anak ini akan mimpi-mimpinya yang ingin
diraihnya, dan pendorong juga agar terus belajar dan berlatih.
Ketika kecil si sulung ini pernah
bilang kalau dirinya mau jadi polwan. Mendengar demikian saya sempet juga tak
menyetujuinya karena konsekwensi pekerjaan sebagai polisi wanita membuat
dirinya harus melepas jilbab kelak kemudian hari. Tapi itu hanya dalam hati saja, secara lahir malah saya mendukung penuh apa
yang menjadi impiannya. Dan
alhamdulillah justru jelang tujuh tahun kemudian, ada peraturan kalau
polisi yang muslimah berhak menggunakan
jilbab sebagai langkah
mengamalkan apa yang di syariatkan. Yang
penting hargailah mimpi anak-anak kita, beri dukungan atau bantuan penuh untuk
mewujudknannya. Dan jangan lupa selalu mendoakan mereka agar semua dilancarkan.
Komentar
Posting Komentar