Langsung ke konten utama

PERANGAINYA TAK SEELOK NAMANYA


Apa yang anda rasakan,  ketika di media ada berita tertangkapnya seorang penjahat ? Dan ternyata  nama penjahat tersebut   memiliki arti yang indah dan islami. Tentunya  banyak orang berkomentar, “namanya bagus, tapi tak sesuai  dengan kelakuannya”. Lebih miris kalau pelakunya  ada di lingkungan kita, apalagi  salah satu dari anggota keluarga kita. Tentu menyakitkan bukan ? Padahal  nama dipercaya sebagai hadiah terindah yang dipenuhi doa dari orang tuanya.

          Jadi apa yang salah dari pemberian nama? Sebetulnya yang salah bukan dari pemberian namanya, tapi terlebih ke pembentukan anak tersebut menjadi orang yang sesuai dengan namanya.  Ketika orangtua memberikan nama “Abdullatif”, yang memiliki arti “Hamba Allah Yang Maha lembut”,  maka orang tua harus membimbingnya menjadi seorang yang berkepribadian lemah lembut dan penyayang. Nama yang bagus bukan hanya mentereng menghiasi KTP, tapi lebih dari itu kalau ternyata orang tua harus pula menjaga nama yang diberikan kepada anaknya, dengan terus membimbingnya agar sesuai harapan.


Dan untuk menyelamatkan anak agar sesuai namanya, maka dibutuhkan perisai  agar terhindar dari pencemaran sebuah nama. Dan kuncinya terletak dari orangtua yang harus pintar mendeteksi sejak awal  akan pencemaran tersebut. Pengasuhan sedari bayi  hingga masa tamyiz, yakni pandai memisahkan mana yang baik dan mana yang salah, harus terus dilakukan para orangtua  yang memegang  teguh amanah terbesar ini.
     

               Ingatlah, kalau anak itu terlahir dalam keadaan suci atau belum terkontaminasi apapun. Seperti hadist Rasulullah saw, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah(suci), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR. al-Bukhari&Muslim)”.  Oleh karena itu,  ketika  ada perangai atau akhlak yang tidak baik, sudah dipastikan kalau itu hasil diluar dari apa yang difitrahkan. Dan gelagat negatif yang kurang baik ini, bisa diredam ketika anak masih kecil. Ibarat penyakit kanker,  kalau sudah dideteksi sejak awal maka bahayanya  bisa dikendalikan.

                

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMIMPI BESAR

        ilustrasi dari google             Seteleh sebelumnya membahas tentang   kepolosan seorang anak  , maka selanjutnya penting kiranya mengetahui kalau anak adalah pemimpi besar.  Perlukah anak memiliki mimpi besar ? hal ini akan menentukan masa depan dia kelak. Anak bagaikan kertas putih, polos, tak memiliki banyak warna dan memorinya masih banyak yang kosong. Kalimat positif, dorongan kebaikan, dan termasuk supaya berani bermimpi besar. Komunikasi yang intensif sambil bercengkerama dan memancing dia agar mempunyai mimpi yang dia idamkan. Eksplor sang buah hati tentang dunia luar yang lebih luas. Tanyalah apa mimpinya, maka dari mulut mungil itu akan keluar kalimat yang mencengangkan.   “Aku mau jadi polisi,aku mau jadi presiden, aku mau jadi dokter, polwan, kiyai, pilot,.....” dan banyak lagi. Jawabannya selalu tidak stabil,hal ini juga sering dialami anak-anak saya.ketika dia saya ajak jalan-jala...

KLASIFIKASI USAHA BERDASARKAN OMZET DAN ASET

Berikut klasifikasi usaha berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2008 disebutkan 👉🏻 Kategori Usaha Mikro :   ✒memiliki Aset Maks Rp.50jt   ✒  Omzet per tahun          Maks Rp 300 juta. 👉🏻 Kategori Usaha Kecil:   ✒ memiliki Aset antara          Rp.50jt s.d Rp. 500jt  ✒  Omzet per tahunnya          Rp 300 juta s.d Rp 2.5               milyar  👉🏻 Usaha Menengah : ✒ memiliki Aset antara          Rp.500jt s.d Rp. 10 Milyar  ✒  Omzet per tahunnya          Rp 2.5 M s.d Rp 50 milyar 👉🏻 Usaha Besar : ✒ memiliki Aset       Lebih Dari Rp.10 M  ✒  Omzet per tahunnya          Lebih dari Rp 50 milyar

MARI BELAJAR KEPADA ANAK

                Orangtua dengan label lebih dewasa, ternyata pada prakteknya banyak sekali  melakukan kesalahan terhadap anak.  Rasa malu untuk mengakui  kesalahan, dan  merasa sok segala tahu dibandingkan manusia kecil yang bernama anak.  Hal seperti ini pula yang sering dialami saya, anda dan mungkin banyak orang tua di seluruh dunia. Sepertinya sikap seperti  itu wajar, karena sebagai orang tua sudah makan asam garam lebih banyak dari anak-anak, demikian salah satu peribahasa yang kita kenal.                 Kalau kita teliti secara seksama ternyata banyak sisi positif yang kita ambil dari pribadi belia sang anak.  Sehingga bagi saya, anak merupakan guru kehidupan. Anak bukan saja subjek penanya, tapi anak juga merupakan  orang yang bisa menjawab pertanyaan orang tua. Walaupun tak sepe...