Orangtua dengan label lebih
dewasa, ternyata pada prakteknya banyak sekali
melakukan kesalahan terhadap anak.
Rasa malu untuk mengakui
kesalahan, dan merasa sok segala
tahu dibandingkan manusia kecil yang bernama anak. Hal seperti ini pula yang sering dialami
saya, anda dan mungkin banyak orang tua di seluruh dunia. Sepertinya sikap
seperti itu wajar, karena sebagai orang
tua sudah makan asam garam lebih banyak dari anak-anak, demikian salah satu
peribahasa yang kita kenal.
Kalau
kita teliti secara seksama ternyata banyak sisi positif yang kita ambil dari
pribadi belia sang anak. Sehingga bagi
saya, anak merupakan guru kehidupan. Anak bukan saja subjek penanya, tapi anak
juga merupakan orang yang bisa menjawab
pertanyaan orang tua. Walaupun tak seperti tanya jawab ala orang dewasa, namun cobalah perhatikan bagaimana uniknya
mereka menjawab apa yang kita tidak mengetahuinya.
Saya bukan pakar parenting atupun psikolog anak
yang paham akan dunia anak dan seluk beluknya. Tapi kami terus belajar dari
pengalaman memiliki empat orang buah hati , yang walaupun sampai saat ini yang
hidup ada tiga putera-puteri. Dari mereka kami belajar dan menemukan sebuah
motivasi agar bertambah sebuah wawasan. Setidaknya ada 3 hal unik yang bisa ditemukan dari mereka sehingga sebagai orangtua kita wajib mempelajari dan
menirunya.
1. Kepolosan atau apa adanya
Keluguan seorang anak sering
diartikan sebagai sebuah kepolosan. Kata “polos” itu
sendiri memiliki makna tak banyak warna atau Cuma satu warna kalau merujuk pada
sebuah benda. Dan bisa berarti jujur,apa adanya atau tak neko-neko kalau
ditujukan pada sikap seseorang. Begitulah seorang anak, manusia kecil ini
begitu putih, tak macam-macam karena selalu
tampil apa adanya. Bukan saja
kala melakukan pekerjaan yang benar,bahkan ketika dirinya melakukan pekerjaan
salahpun dia akan tampil dengan kepolosan tanpa beban.
Hal ini sepertinya yang harus
kita ambil pelajaran dari mereka. Melakukan sebuah pekerjaan tanpa beban dan
tidak banyak akting karena bermaksud
menutupi kekurangan. Polosnya seorang anak memiliki makna sebuah
“kejujuran”. Sementara jujur belum tentu dia polos. Ketika anak melakukan sebuah kesalahan, lalu
kita bertanya pada anak, maka dengan serta merta si anak akan mengakui akan
kesalahnnya. Bagaimana dengan orangtua,yang
acap kali menemukan kepalsuan dan
enggan mengakui
akan sebuah kecerobohan. Tak segan-segan mereka para orang tua mencari pebelaan
diri agar dibilang benar dihadapan orang-orang padahal seseungguhnya telah melakukan sebuah
kesalahan. Dan ironisnya, ketika ada
orang tua yang melakukan sebuah kepolosan maka orang tersebut diibaratkan
seperti anak-anak atau kekanak-kanakkan.
Suatu ketika anak saya tidak
melakukan shalat isya karena mungkin kelelahan setelah maghrib ketiduran. Walaupun sudah diingatkan agar tak
tidur karena belum shalat isya, tapi Ahsan tetap saja tak bisa menahan kantuk.
Ya udah kamipun memkalumi anak yang baru genap 6 tahun ini. Lelap tidurnya
hingga terjaga menjelang shubuh. Setelah rapih dan siap, seperti
biasa kami melakukan shalat
shubuh berjamaah di masjid. Setelah
shalat shubuh usai, anakku mundur beberapa langkah ke belakang. Hal ini
mengundang perhatian bapak-bapak yang ada di dalam masjid termasuk saya
tentunya. Dan apa yang dia lakukan ?
Ternyata dia berdiri lagi dan melakukan shalat empat rakaat layaknya
shalat isya. Kontak hal ini membuat saya senyum-senyum sendiri. Sampai
segitunya dia belajar akan sebuah
tanggung jawab. Hal ini menarik perhatian seorang bapak dan menanyakan langsung
kepada anak ini. “Jang, shalat apa ?” dan dengan senyum yang tersipu malu,
diapun menjawab, “shalat isya, soalnya semalam ketiduran jadi kelewat deh
shalat isyanya”. Ya... dengan polosnya
tanpa ada yang membuatnya terbebani , dengan santainya dia menjawab. Padahal
dalam syariat Islam tidak ada yang namanya sholat Qodho isya yang ditarik ke shalat shubuh. Bahkan
dalam sebuah “RUKHSOH” atau
keringanan yang diberikan Allah pada orang yang sedang berada dalam perjalanan, tak ada yang namanya shalat
Jama’ isya ke shubuh atau sebaliknya. Tapi dengan kejadian ini setidaknya saya
belajar melalui anak akan pentingnya mengakui sebuah kesalahan.
dua hal unik yang dimiliki sang anak adalah berani bermimpi dan memiliki rasa keingin tahuan yang melebihi orang dewasa. InsyaAllah dua hal ini akan saya hadirkan pada kesempatan lain.
Next >>> Anak berani Mimpi
Next >>> Anak berani Mimpi
Wah, keren si Ahsan. Subhanallahi. Bahagianya punya anak kayak gitu ya, pak Tiesna.
BalasHapusSemoga besok-besok ada tulisan tentabg rahasia mendidik Ahsan..
Wah, keren si Ahsan. Subhanallahi. Bahagianya punya anak kayak gitu ya, pak Tiesna.
BalasHapusSemoga besok-besok ada tulisan tentabg rahasia mendidik Ahsan..
Mendidiknya mah biasa, cuma lebih memberi contoh saja tak banyak menyuruh
Hapus