Langsung ke konten utama

SATU TELADAN LEBIH BAIK DARIPADA 1000 NASIHAT

               Usia dini sering dinisbatkan pada anak yang berusia dibawah 5 atau 7 tahun. Pada usia ini merupakam masa keemasan  anak, yang sangat potensial dalam membentuk kepribadian anak demi masa depan.  Pada era inilah keunikan, kelucuan, kepekaan dan rasa ingin tahu sedang tumbuh-tumbuhnya. Masa inilah diibarakan sebuah gedung, merupakan fondasi yang harus kokoh yang akan menancap kuat. Sehingga tak heran para pakar pendidikan sangat perhatian terhadap sistem dan pola asuh terhadap usia dini  atau golden age.


                Dalam masa ini,mereka selalu akan menduplikasi apa yang ditemukan disekitarnya. Dimulai  dari ayah bundanya, tempat bermainnya, lingkungan sekolahnya dan tempat ibadahnya. Mereka akan terus mengikuti apa yang dilakukan orang tuanya. Bagi mereka, orang tua adalah sosok  yang akan ditirunya. Sehingga hari-hari bersama mereka, adalah masa mengajar, memberi tauladan, membimbing bagaimana kehidupan yang baik.

               Hasil gambar untuk menjadi teladan bagi anak


                Mencontohkan sesuatu dengan praktek, membuat anak akan lebih percaya diri dan gemar melakukan apa yang dicontohkan orang tuanya. Jangan sampai orang tua melakukan sesuatu yang kontradiktif dengan apa yang dinasihatkan. Menyuruh tidak merokok, tapi dirinya suka merokok di depan anaknya. Menyuruh shalat tepat waktu di mesjid, tapi bapaknya sendiri sering shalat di rumah. Kalau hal ini terjadi, bisa jadi malah si anak merasa jengkel atau bahkan timbul pertanyaan-pertanyaan negatif di dalam jiwanya, karena melihat sikap orang tua yang pintar menyuruh tetapi dia sendiri tak melakukannya.  Dalam hal ini, Allah Swt telah mewanti-wanti terhadap orang tua yang menunjukkan  sesuatu yang kontra antara ucapan dan perbuatan kepada anak-anaknya. Allah mensinyalir dalam QS. As-Shaf ayat 2-3, "Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan."


              Dengan keteladanan yang kita berikan, terkadang si anak merasa tertantang dan ingin berbuat lebih baik daripada apa yang kita contohkan. Seperti pengalaman saya yang merasa kalau anak adalah sinyal kuat bagi orang tuanya. Dia ada bagaikan anugerah yang tak habis-habisnya bagi sebuah keluarga. Dibalik keluguannya, selalu ada sisi yang menggemaskan yang mengundang rasa syukur.            



                  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KLASIFIKASI USAHA BERDASARKAN OMZET DAN ASET

Berikut klasifikasi usaha berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2008 disebutkan 👉🏻 Kategori Usaha Mikro :   ✒memiliki Aset Maks Rp.50jt   ✒  Omzet per tahun          Maks Rp 300 juta. 👉🏻 Kategori Usaha Kecil:   ✒ memiliki Aset antara          Rp.50jt s.d Rp. 500jt  ✒  Omzet per tahunnya          Rp 300 juta s.d Rp 2.5               milyar  👉🏻 Usaha Menengah : ✒ memiliki Aset antara          Rp.500jt s.d Rp. 10 Milyar  ✒  Omzet per tahunnya          Rp 2.5 M s.d Rp 50 milyar 👉🏻 Usaha Besar : ✒ memiliki Aset       Lebih Dari Rp.10 M  ✒  Omzet per tahunnya          Lebih dari Rp 50 milyar

MARI BELAJAR KEPADA ANAK

                Orangtua dengan label lebih dewasa, ternyata pada prakteknya banyak sekali  melakukan kesalahan terhadap anak.  Rasa malu untuk mengakui  kesalahan, dan  merasa sok segala tahu dibandingkan manusia kecil yang bernama anak.  Hal seperti ini pula yang sering dialami saya, anda dan mungkin banyak orang tua di seluruh dunia. Sepertinya sikap seperti  itu wajar, karena sebagai orang tua sudah makan asam garam lebih banyak dari anak-anak, demikian salah satu peribahasa yang kita kenal.                 Kalau kita teliti secara seksama ternyata banyak sisi positif yang kita ambil dari pribadi belia sang anak.  Sehingga bagi saya, anak merupakan guru kehidupan. Anak bukan saja subjek penanya, tapi anak juga merupakan  orang yang bisa menjawab pertanyaan orang tua. Walaupun tak sepe...

PUNYA ANAK KOQ TAKUT

 Banyak cara dalam membina hubungan dengan customer. Salah satunya dengan cara ngobrol, sekedar tanya kabar atau cerita tentang keluarga. Seperti yang saya lakukan beberapa hari lalu, bertanya pada seorang pelanggan tentang anak yang selalu dibawa ke toko kami setiap dia belanja. "Pak, anaknya baru satu ya?" Demikian saya membuka pertanyaan. Dan dia langsung nyahut, "iya, satu aja sudah puyeung. Apalagi nambah lagi".  "Hemmm... puyeung kenapa pak ? Bukannya nambah anak nambah rezeki?" Timpal saya dipenuhi rasa penasaran. "Wah.... jajannya yang ga tahan, rewelnya juga minta ampun. Belum lagi buat biaya sekolahnya."  Demikian jawaban sang bapak, sementara anaknya sepertinya tak peduli dengan apa yang dilontarkan sang ayah. Anak tersebut kelihatannya manja benar di pangkuan bapaknya. Saya berpendapat demikian, karena merasa tak cocok saja dengan anak usia 6 atau 7 tahunan tapi masih gelendotan  di pangkuan bapaknya. Ini berdasar kacamata s...